Thursday, September 6, 2012

Keterampilan Berpikir Kritis (Critical Thinking skill)

John Dewey dalam Fisher (2007: 2) mengemukakan bahwa berpikir kritis merupakan ‘berpikir reflektif’ dan mendefinisikannya sebagai:
Pertimbangan yang aktif, persistent (terus-menerus), dan teliti mengenai sebuah keyakinan atau bentuk pengetahuan yang diterima begitu saja dipandang dari sudut alasan-alasan yang mendukungnya dan kesimpulan-kesimpulan lanjutan yang menjadi kecenderungannya.
Kemudian, Glaser dalam Fisher (2007:3) mendefinisikan kriteria berpikir kritis sebagai:
(1)   Suatu sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah-masalah dan hal-hal yang berada dalam jangkauan pengalaman seseorang; (2) pengetahuan tentang metode-metode pemeriksaan dan penalaran yang logis dan (3) semacam suatu keterampilan untuk menerapkan metode-metode tersebut. Berpikir kritis menuntut upaya keras untuk memeriksa setiap keyakinan atau pengetahuan asumtif berdasarkan bukti pendukungnya dan kesimpulan-kesimpulan lanjutan yang diakibatkannya.
Sedangkan Scriven dalam Fisher (2007) berpendapat bahwa berpikir kritis merupakan pemahaman dan evaluasi yang terampil pada observasi, komunikasi, informasi dan argumentasi. Lebih lanjut Paul and Elder (2005) mengemukakan bahwa berpikir kritis adalah proses menganalisa dan menilai berpikir dengan pandangan untuk meningkatkannya, merupakan standar intelektual paling dasar untuk berpikir dimana sisi kreatifnya adalah pembangunan berpikir sebagai hasil dari menganalisa dan menilai secara efektif. Kemudian, Ennis(1985) dalam Kuswana (2011) mendefinisikan berpikir kritis sebagai berpikir wajar dan reflektif yang fokus dalam menentukan apa yang harus dipercaya atau dilakukan. Berdasarkan definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis adalah proses berpikir mendalam tentang suatu informasi melalui kegiatan penyelidikan, explorasi, eksperimen dan lain-lain untuk memperoleh kesimpulan yang akurat agar terjadi pengkonstruksian pengetahuan secara bermakna.
            Berpikir kritis bertujuan untuk membuat siswa mampu mentransfer prinsip-prinsip abstrak dengan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Artinya siswa yang dapat berpikir kritis akan mampu mengumpulkan dan menilai informasi yang relevan, menghasilkan kesimpulan dan pemecahan masalah dengan alasan yang baik (Paul & Elder, 2005). Lebih lanjut (Paul & Elder) mengemukakan bahwa berpikir kritis diperlukan agar siswa mampu membuat keputusan yang rasional dan bertanggung jawab, mampu menyelesaikan masalah, kritis dalam berpikir dan memiliki kreatifitas tinggi sehingga dengan melatih keterampilan berpikir kritis, siswa tidak hanya akan menguasai kontent yang diajarkan, tetapi menjadi warga negara yang berkualitas yang mampu menalar secara efektif dan bertindak untuk kepentingan publik.
Keterampilan berpikir kritis tidak terjadi begitu saja. Keterampilan ini  hendaknya dilatih setiap saat dan di mana saja Kuswana (2011). Artinya keterampilan berpikir kritis hendaknya diintegrasikan di setiap mata pelajaran dalam proses belajar mengajar. Namun kenyataan yang ada, keterampilan ini sering sekali diabaikan dalam proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran guru terkadang memandang kurikulum sebagai objek penerapan materi saja. Dengan berfokus pada peng-cover-an konten saja, sehingga siswa dijadikan objek pasif dalam proses pembelajaran.  Hal ini membuat keterampilan berpikir kritis tidak berkembang. Keterampilan berpikir kritis dapat dilakukan dengan mencari tahu apa yang harus dipercaya atau apa yang harus dilakukan dan melakukannya dengan cara yang wajar dan reflektif Kuswana (2011). Untuk melakukannya di dalam kelas, diperlukan kerjasama yaitu berupa kemauan kedua belah pihak baik guru maupun siswa yang  terlibat dalam proses pembelajaran. Artinya keterlibatan siswa dalam proses belajar merupakan kunci utama dalam mencapai tujuan belajar.
Menurut Paul and Elder (2005) keterampilan berpikir kritis terdiri dari 25 standard yaitu: standar 1: mengenali makna, tujuan dan sasaran, standard2: pertanyaan, masalah dan masalah besar, standar 3:  informasi, data, bukti dan pengalaman, standar 4 : dugaan dan penafsiran, standar 5: asumsi dan perkiraan, standar 6: konsep, teori, prinsip, definisi, hokum dan aksioma, standar 7: implikasi dan konsekuensi, standar 8 : pandangan dan kerangka acuan, standar 9 : menilai pemikiran, standar 10 : berpikiran adil, standar 11: berpikiran rendah hati, standar 12: berpikiran berani, standar 13: berpikiran empati, standar 14 : berpikiran integritas, standar 15: berpikiran tidak gampang menyerah, standar 16: yakin dalam beralasan, standar 17 : berpikir otonomi, standar 18 : tidak berwawasan egosentris, standar 19 : tidak berwawasan sosiosentris, standar 20 : terampil dalam seni belajar ( self-directed, self-monitored), standar 21 : terampil dalam seni bertanya, standar 22 : terampil dalam seni membaca, standar 23 : terampil dalam menulis, standar 24 : kemampuan mengidentifikasi dan memberi alasan tentang masalah yang berhubungan dengan etik, standar 25 : terampil dalam mengenali media bias dan propaganda. Masing-masing standar terdiri dari beberapa indikator.
Beberapa indikator dari beberapa standar yang dikemukakan Paul and Elder tersebut adalah sebagai berikut: standar 1,  yaitu siswa dapat mengenali makna, tujuan dan sasaran dengan dua indikator yaitu siswa mampu menjelaskan dalam bahasa sendiri tujuan pembelajaran, siswa mampu memilih tujuan yang masuk akal dalam bekerja untuk mencapai tujuan akhir. Standar 2, yaitu siswa mencari tahu pemahaman yang jelas tentang pertanyaan yang mereka sedang jawab dan masalah yang sedang diselesaikan dengan dua indikator yaitu siswa dapat dengan jelas dan tepat  mengungkapkan sendiri  pertanyaan yang sesuai dengan masalah, siswa mengelompokkan pertanyaan yang relevant dan  yang tidak. Standar 3, yaitu siswa mencari informasi yang relevan untuk menjawab pertanyaan atau masalah dengan empat indikator yaitu siswa dapat dengan jelas dan tepat mengemukakan informasi dengan menggunakan kata-kata sendiri , siswa dapat dengan jelas menyebutkan bukti  untuk sebuah pandangan, siswa mampu menggunakan hanya informasi yang relevant dan mengabaikan informasi yang tidak relevan, siswa  menunjukkan kemampuan untuk menilai informasi. Standar 6, yaitu siswa mencari pemahaman yang jelas tentang konsep dan ide yang membentuk alasan mereka dan orang lain dengan dua indikator yaitu siswa mampu menunjukkan pemahaman teori dan konsep (mereka dapat menyebutkan, mengelaborasi dan memberikan contoh), siswa menggunakan bahasa dengan baik & tepat.  Standar 7, yaitu siswa memahami implikasi dan konsekuensi dengan satu indikator yaitu siswa mempertimbangkan dampak positif dan negatif. Sementara Ennis (1985) mengemukakan indikator berpikir kritis adalah memfokuskan pertanyaan, menganalisis argument, bertanya dan menjawab pertanyaan klarifikasi dan pertanyaan yang menantang, menyesuaikan dengan sumber, mengobservasi dan mempertimbangkan, membuat deduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi, membuat induksi dan mempertimbangkan hasil induksi, membuat dan mempertimbangkan hasil keputusan. Kemudian, Fisher (2007) mengemukakan indikator berpikir kritis adalah mengidentifikasi alasan dan kesimpulan, memahami penalaran, mengklarifikasi dan menginterpretasi pernyataan dan gagasan, akseptibilitas alasan, menilai kredibilitas sumber dengan terampil, mengevaluasi inverensi. Lebih lanjut Glaser dalam Fisher (2007) mengemukakan bahwa indikator berpikir kritis meliputi: mengenal masalah, menemukan cara-cara yang dapat dipakai untuk menagani masalah-masalah itu, menentukan dan menyusun informasi yang diperlukan, mengenal asumsi-asumsi dan nilai-nilai yang tidak dinyatakan, memahami dan menggunakan bahasa yang tepat, jelas dan has, menganalisis data, menilai fakta dan mengevaluasi pernyataan-pernyataan, mengenal adanya hubungan yang logis antara masalah-masalah, menarik kesimpulan-kesimpulan dan kesamaan-kesamaan yang diperlukan, menguji kesamaan-kesamaan dan kesimpulan-kesimpulan yang seseorang ambil, menyusun kembali pola-pola keyakinan seseorang berdasarkan pengalaman yang lebih luas dan membuat penilain yang tepat tentang hal-hal dan kuantitas-kuantitas tertentu dalam kehidupan sehari-hari.
Dari uraian beberapa ahli di atas dapatlah diketahui bahwa para ahli mempunyai pendapat yang berbeda-beda tentang indikator keterampilan berpikir kritis. Namun demikian, ada beberapa persamaan indikator dari indikator-indikator yang telah dikemukakan. Matriks persamaan indikator dari beberapa ahli di atas adalah sebagai berikut:
Tabel 2.2 Persamaan Indikator Keterampilan Berpikir Kritis
Paul & Elder
Ennis
Fisher
Glaser
Memahami dengan jelas pertanyaan yang sedang dijawab: siswa dapat dengan jelas mengungkapkan sendiri pertanyaan yang sesuai dengan masalah; mengelompokkan pertanyaan yang relevan dan yang tidak.
Bertanya, memfokuskan pertanyaan
Mengklarifikasi pertanyaan

Mencari informasi yang relevan: mengemukakan informasi dengan kata-kata sendiri, menyebutkan bukti untuk sebuah pandangan, menggunakan hanya informasi yang relevan, menilai informasi.
Menyesuaikan dengan sumber, mengobservasi dan mempertimbangkan.
Mengklarifikasi pernyataan, menilai kredibilitas sumber  dengan terampil.
Menentukan dan menyusun informasi yang diperlukan, menilai fakta.
Mencari pemahaman yang jelas tentang konsep dan ide: menunjukkan pemahaman teori dan konsep (mereka dapat menyebutkan, mengelaborasi dan memberikan contoh), siswa menggunakan bahasa dengan baik dan tepat.
Membuat deduksi dan memperitimbangkan hasil deduksi; membuat induksi dan mempertimbangkan hasil induksi.
Memahami penalaran
Mengevaluasi pernyataan-pernyataan, menarik kesimpulan-kesimpulan
Memahami implikasi dan konsekuensi
Mempertimbangkan hasil keputusan




No comments:

Post a Comment

Thank you for visiting my blog . . feel free to leave your message about anything here.