Monday, April 29, 2013

Hermeneutik: Metoda untuk memahami keluarga



Hermeneutik: Metoda untuk memahami keluarga

Abstrak

Pengetahuan dan pemahaman akan keluarga tidak dapat kita peroleh dengan sikap berjarak. Bidang ini hanya bisa disentuh dengan pemahaman(verstehen) dan interpretasi (hermeneutik). Hermeneutik, sebuah pendekatan yang diperoleh dari filosofi Heidegger menawarkan kemungkinan-kemungkinan positif untuk memeriksa persamaan arti dan keprihatinan keluarga. Hermeneutik merupakan teori dan praktek pengertian dan pemahaman (verstehen) dalam konteks manusia yang berbeda jenis. Heidegger mengemukakan empat hal yang mempengaruhi pendekatan seseorang dalam memahami keluarga: Bagaimana manusia disituasikan dalam dunianya, dikonstitusikan oleh dunianya, terlibat dalam aktifitas sehari-hari dan bergerak oleh keprihatinan-keprihatinan dalam hidup dari hari ke hari.


Kata Kunci: hermeneutik, metode ilmu, keluarga

Pendahuluan
Keluarga adalah sistem dimana individu saling berhubungan dan saling ketergantungan satu sama lain. Pengetahuan dan pemahaman akan keluarga tidak dapat kita peroleh dengan sikap berjarak. Bidang ini tidak bisa disentuh dengan penjelasan (erklaren) sebagai model metodis dalam ilmu kealaman. Bidang ini hanya bisa disentuh dengan pemahaman (verstehen) dan interpretasi (hermeneutik). Dengan kata lain, ilmu kealaman memerlukan metode erklaren, penjelasan atau eksplanasi, sementara ilmu kemanusiaan memerlukan metode verstehen, pemahaman dan interpretasi (hermeneutik).
Bagi Dilthey, dinamika kehidupan jiwa manusia merupakan susunan kompleks terdiri atas pengetahuan, perasan dan kehendak. Hal ini tidak bisa ditundukkan ke dalam norma-norma kausalitas-mekanistik seperti dalam pola-pola kuantitatif.[1] Heidegger mengemukakan empat hal yang mempengaruhi metode yang seseorang gunakan dalam mempelajari manusia: bagaimana manusia disituasikan dalam dunianya, dikonstitusikan oleh dunianya, terlibat dalam aktifitas sehari-hari dan bergerak oleh keprihatinan-keprihatinan dalam hidup dari hari ke hari. [2]  Dalam hal ini hermeneutik adalah metodenya.
Paper ini akan membahas tentang mengapa hermenetik adalah sebuah metoda dan hermeneutik untuk memahami keluarga. Namun untuk dapat memahaminya, penulis menguraikan secara singkat apa itu hermeneutik, hermeneutik menurut beberapa filsuf dan bahasa sebagai sarana untuk memahami.

Sekilas Hermeneutik
Salah satu arus besar dari filsafat kontinental adalah hermeneutik. Kata hermeneutik atau hermeneutik berasal dari kata kerja Yunani hermeneuo yang artinya mengungkapkan pikiran-pikiran seseorang dalam kata-kata. Kata kerja itu juga bisa berarti menerjemahkan dan juga bertindak sebagai penafsir. Ketiga pengertian ini sebenarnya mau mengungkapkan bahwa hermeneutik merupakan usaha untuk beralih dari sesuatu yang relatif gelap ke sesuatu yang lebih terang.[3]
Di dalam mitologi Yunani ada tokoh yang namanya dikaitkan dengan hermeneuin, yaitu Hermes. Menurut mitos itu, Hermes bertugas menafsirkan kehendak dewata (orakel) dengan bantuan kata-kata manuasia. Pengertian dari mitologi ini kerap kali dapat menjelaskan pengertian hermeneutik teks-teks kitab suci, yaitu menafsikan kehendak Tuhan sebagaimana terkandung di dalam ayat-ayat kitab-kitab suci.[4]
Hermeneutik, bersama-sama dengan fenomenologi dan eksistensialisme mengeksplorasi kekayaan dari pengalaman, dengan segala kompleksitasnya. Hermeneutik menunjukkan bahwa pengalaman lebih kaya dari pada yang digambarkan oleh para teoritikus yang mencoba menggambarkannya dengan segala abstraksi dan reduksinya.
Hermeneutik sendiri memberikan sumbangan dalam menggambarkan pengalaman ini dengan mengajukan dua hal: historisitas dan temporalitas. Manusia sebagai makhluk temporal selalu berubah, menyesuaikan diri dengan tantangan yang sedang dihadapinya, memodifikasi tujuannya di masa depan, serta memberi makna baru pada masa lalunya.
Hermeneutik juga memperkenalkan apa yang disebut dengan lingkaran hermeneutik. Lingkaran hermeneutik adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari dalam setiap proses interprestasi. Untuk bisa memahami satu bagian dari teks yang diinterpretasi, kita harus memahami teks secara keseluruhan supaya bisa menempatkan bagian teks tersebut ke dalam konteksnya. Namun untuk memahami keseluruhan isi teks tentu saja dibutuhkan pemahaman dari seluruh bagian-bagiannya. [5]
Beberapa pemikir hermeneutik mulai melihat bahwa ilmu-ilmu manusia atau sosial berbeda dengan ilmu-ilmu alam. Ilmu-ilmu sosial tidak dapat diturunkan metologinya dari ilmu-ilmu alam. Hermeneutik melihat bahwa ilmu-ilmu sosial tidak dapat seperti ilmu alam yang dapat mereduksi gejala-gejala alam menjadi sebuah hukum umum yang dapat menerangkannya (erklären). Ilmu sosial hanya boleh melihat gejala dan mencoba memahaminya (verstehen).
Beberapa pemikir hermeneutik juga percaya bahwa manusia memiliki sifat yang sama sehingga dimungkinkan untuk saling memahami antara manusia yang berbeda era maupun kulturnya. Hermeneutik mengakui pentingnya sejarah dengan menekankan pentingnya akar seseorang pada tradisi sejarahnya. Hermeneutik juga mengakui pentingnya pengetahuan sosial dalam melakukan interpretasi. Kesemuanya ini disebut sebagai sebuah prapemahaman atau horison pemahaman. Tanpa latar belakang ini sulit untuk melakukan sebuah proses interpretasi.
Di dalam perkembangan hermeneutik modern, terdapat dua tradisi hermeneutik. Yang pertama adalah hermeneutik tradisional, yang dimulai dengan mengamati objek interpretasi tertentu seperti teks, hukum, maupun karya seni, dan mencoba memformulasikan hukum-hukum untuk melakukan interpretasi. Yang kedua adalah hermeneutik filosofis, yang dimulai dengan menganalisis apa yang dimaksud dengan pemahaman dan menentukan implikasi dari bermacam-macam cara interpretasi. Kedua tradisi ini bisa dilihat dari beberapa tokoh hermeneutik yang dipaparkan berikut ini. Schleiermacher, Dilthey dan Betti mewakili kelompok yang pertama, Heidegger dan Gadamer mewakili kelompok yang kedua. [6]
Friedrich Ernst Schleiermacher adalah orang yang memulai tradisi hermeneutik modern. Ia sendiri dipengaruhi oleh dua pemikir pendahulunya yaitu Friedrich Ast dan Friedrich August Wolf. Bagi Schleiermacher, tujuan utama dari interpretasi adalah apa yang ada di belakang motivasi penulis untuk menuliskan teks tersebut. Yang dicari adalah apa ide di belakang yang mengorganisasi seluruh isi teks.
Wilhelm Dilthey membedakan ilmu-ilmu alam dengan ilmu-ilmu manusia. Ia mengatakan bahwa untuk mendalami ilmu manusia diperlukan cara yang berbeda dengan metode yang dikembangkan ilmu-ilmu alam. Cara tersebut ia sebut dengan “memahami”, yang dikontraskan dengan “menjelaskan
Martin Heidegger mengubah hermeneutik tradisional menjadi sebuah filsafat, sebuah hermeneutik ontologis. Interpretasi bagi Heidegger adalah salah satu dari cara mengada manusia (yang lain adalah mood dan diskursus).
Menurut Heidegger memahami adalah bagaimana manusia mengalami sebuah situasi dan bagaimana ia siap untuk menghadapi situasi tersebut. Semakin seseorang bisa menghadapi sebuah situasi, semakin ia “memahami” situasi tersebut, semakin ia mampu bertindak, dan ia semakin bereksistensi. Interpretasi adalah salah satu cara untuk mengartikulasikan pemahaman ini.
Heidegger juga memperkenalkan lingkaran hermeneutik yang baru: sebuah pertanyaan selalu dibentuk oleh ekspektasi sebelumnya yang akan menentukan jawaban yang metode yang akan didapatkan. Hal ini seperti halnya pada lingkaran hermeneutik tradisional terlihat seperti sebuah paradoks. Namun Heidegger tidak menutup kemungkinan untuk melakukan interpretasi. Yang dibutuhkan adalah dialog antara teks dan sang penafsir sehingga teks semakin membuka dirinya untuk ditafsirkan.
Hans Georg Gadamer yang adalah murid dari Heidegger meneruskan tradisi hermeneutik ontologis yang telah dimulai oleh Heidegger. Menurut Gadamer, teks dan penafsir memiliki otoritas yang sama atas interpretasi, tidak satu pun bisa mendominasi yang lain. Ia ingin penafsir tetap terbuka terhadap teks. Ketika sang penafsir tidak memaksakan keinginan mereka untuk mendapatkan tafsir yang objektif ia dapat mengalami teks secara lebih penuh. Diubah oleh teks adalah tujuan dari seorang penafsir yang sejati.[7]
Proses penafsiran adalah fusi horizon dari kedua eleman ini, penafsir dan teks yang akan ditafsirkan. Keduanya bergantian saling menginterogasi. Gadamer melihat ini sebagai sebuah proses tanpa akhir, yang ada hanya pengertian baru yang diperoleh. Di dalam teori Gadamer, dialog dipakai di dalam seluruh proses interpretasi. Di dalam dialog inilah selubung makna menjadi terbuka. Gadamer melihat bahwa hukum-hukum interpretasi yang kaku akan menghilangkan dialog ini.
Emilio Betti mengkritik pendekatan Gadamer dan ingin kembali kepada tradisi yang telah dibangun oleh Schleiermacher. Kritik Betti adalah Gadamer telah mengabaikan perbedaan antara teks dengan signifikansi dari teks bagi penafsir. Kritik Betti yang kedua adalah pendekatan Gadamer tidak mengijinkan teks untuk berbeda dengan kepercayaan sang penafsir, karena ia menekankan pada integrasi antara penafsir dan teks. Baginya Gadamer dengan demikian memaksakan posisi sang penafsir kepada teks. Teks baginya harus tetap terpisah dari sang penafsir, supaya tafsir tetap dapat objektif.
Betti juga melihat faktor historis dan kontekstual perlu dipisahkan satu sama lain. Faktor kontekstual bisa mengkondisikan makna historis, namun ia bisa jadi tidak relevan. Sebuah interpretasi historis hendaknya menemukan makna pada konteks dirinya sendiri, lepas dari makna kontekstual.
Betti sepakat dengan Gadamer bahwa sang penafsir harus bersikap terbuka terhadap teks, namun ia tetap bersikukuh bahwa penafsir mesti mengalaminya dari teks itu sendiri, bukan mengalami fantasi yang direkonstruksi diri sendiri. Betti sebenarnya ingin mengintegrasikan pemikiran Gadamer dengan Dilthey, dengan mempertahankan subjektivisme Gadamer dan objektivisme Dilthey.[8]
Hermeneutik telah menawarkan sebuah pendekatan dalam memahami karya-karya manusia. Di dalam prakteknya, hermeneutik adalah sesuatu yang memang rumit dan terus berkembang.

Bahasa sebagai sarana untuk memahami hermeneutik
Pada hakikatnya bahasa mempunyai dua fungsi utama yakni, pertama, sebagai sarana komunikasi antarmanusia dan kedua, sebagai sarana budaya yang mempersatukan kelompok manusia yang mempergunakan bahasa tersebut.[9]
Filsafat hermeneutik menguak seluruh realitas bahasa sebagai ungkapan hakikat manusia sebagai makhluk yang berbudaya dan menjadikan bahasa sebagai pusat berawal dan berakhirnya segala persoalan manusia, melalui analisis bahasa dapat dijelaskan berbagai persoalan konseptual yang terkandung dalam teks.[10]
Ketika sebuah teks dibaca seseorang, disadari atau tidak akan memunculkan interpretasi terhadap teks tersebut. Membicarakan teks tidak pernah terlepas dari unsur bahasa, Heidegger menyebutkan bahasa adalah dimensi kehidupan yang bergerak yang memungkinkan terciptanya dunia sejak awal, bahasa mempunyai eksistensi sendiri yang di dalamnya manusia turut berpartisipasi.[11] Dengan demikian, bahasa merupakan sarana yang sangat penting bagi terjadinya dialog.
Sebagai metoda tafsir, hermeneutik menjadikan bahasa sebagai tema sentral, kendati di kalangan para fisuf hermeneutik sendiri terdapat perbedaan dalam memandang hakikat dan fungsi bahasa.


Hermeneutik sebagai Metoda
Pada awalnya metode hermeneutik digunakan untuk menafsirkan kitab suci saja, namun semenjak Dilthey (1833-1911) metode ini mulai dipergunakan untuk ilmu-ilmu kemanusiaan seperti bidang sejarah, psikologi, hukum, sastra, seni dan sebagainya.
Dilthey berambisi untuk menyusun sebuah dasar epistemologis bagi ilmu kemanusiaan, terutama ilmu sejarah. Tantangan yang dihadapi Dilthey adalah bagaimana menempatkan penyelidikan sejarah supaya sejajar dengan penelitian ilmiah dalam bidang ilmu alam. Perbedaan objek kedua ilmu ini cukup mencolok. Bila ilmu kemanusiaan mengenal dua dimensi eksterior dan interior bagi objeknya, maka ilmu alam hanya mengenal dimensi eksterior. [12]
Dilthey manganjurkan penggunaan hermeneutik, sebab baginya, hermeneutik adalah dasar dari Geisteswissenschaften. Berkenaan dengan keterlibatan individu dalam kehidupan masyarakat yang hendak dipahaminya, diperlukan bentuk pemahaman yang khusus. Hermeneutiknya Dilthey berkisar pada tiga unsur yaitu Verstehen (memahami), erlebnis (dunia pengalaman batin) dan Ausdruck (ekspresi hidup). Ketiga unsur ini saling bekaitan dan saling mengandalkan.[13]
Ilmu kemanusiaan, khususnya sejarah, tidak akan memperoleh pengetahuan yang dicari tanpa mempergunakan verstehen atau pemahaman yang membedakannya dari ilmu alam manusia sebagai objek pengertian dalam ilmu kemanusiaan memiliki kesadaran, dan ini memungkinkan bagi penyelidikan tentang alasan-alasan tersembunyi dibalik perbuatannya yang dapat diamati. Kita dapat memahami perbuatan dengan mengungkap pikiran, perasaan dan keinginannya. Ilmu kemanusian tidak hanya mampu mengetahui apa yang telah diperbuat manusia tetapi juga pengalaman batin (erlebnis), pikiran, ingatan, keputusan nilai dan tujuan yang mendorongnya berbuat.[14]
Peneliti ilmu kemanusiaan harus berusaha seperti hidup dalam objeknya, atau membuat objek hidup dalam dirinya. Dengan penghayatan tersebut akan memudahkan munculnya verstehen atau pemahaman.[15]
Verstehen atau memahami adalah kegiatan memecahkan arti tanda-tanda ekspresi yang merupakan manifestasi hidup atau hasil kegiatan jiwa. Verstehen adalah proses dimana kehidupan mental diketahui melalui ekspresinya yang ditangkap oleh panca indera. Walaupun demikian ekspresi tersebut lebih dari sekedar kenyataan fisik, karena ia dihasilkan oleh kegiatan jiwa.[16]
Jadi, tujuan dari metode hermeneutik adalah kemampuan memahami penulis melebihi pemahaman terhadap diri kita sendiri. Sebagai sebuah metode tafsir, hermeneutik harus berusaha menyelami kandungan makna di dalam teks sehingga diperlukan partisipasi dan keterbukaan. Dalam menggali makna, horison-horison yang melingkupi teks harus dipertimbangkan yaitu horison teks, pengarang dan pembaca. Dengan demikian upaya pemahaman akan menjadi kegiatan rekonstruksi.

Hermeneutik untuk memahami keluarga
Dalam mempelajari keluarga, persoalan-persoalan dan keprihatinan yang dibagi oleh anggota keluarga atau proses-proses yang terjadi antara anggota keluarga harus dimengerti. Mempelajari keluarga, lebih dari sekedar mempelajari ikatan antar individu. Ketertarikan dalam mempelajari apa yang sedang terjadi antar anggota keluarga membutuhkan ontologi yang mengenali apa yang disebut sebagai intersubjective yang mungkin lebih tepat disebut berbagi atau persamaan pengertian.
Keanggotaan dalam keluarga hanya dapat diputuskan oleh setiap anggota dalam keluarga tersebut. Beberapa faktor yang mempengaruhi keluarga adalah kebudayaan, ras, peranan jenis kelamin, keagamaan dan geografic regionalisme.
Hermeneutik, sebuah pendekatan yang diperoleh dari filosofi Heidegger menawarkan kemungkinan-kemungkinan positif untuk memeriksa persamaan arti dan keprihatinan keluarga. Hermeneutik merupakan teori dan praktek pengertian dan pemahaman (verstehen) dalam konteks manusia yang berbeda jenis. Evolusi dari hermeneutik sebagai sebuah pendekatan untuk mempelajari keprihatinan dan kebiasaan manusia telah dibentuk oleh banyak filsuf termasuk Schleiermacher, Dilthey, Heidegger, Gadamer dan Ricoeur.[17]
Heidegger mengemukakan empat hal yang mempengaruhi pendekatan seseorang dalam memahami keluarga: Bagaimana manusia disituasikan dalam dunianya, dikonstitusikan oleh dunianya, terlibat dalam aktifitas sehari-hari dan bergerak oleh keprihatinan-keprihatinan dalam hidup dari hari ke hari.
Menurut Heidegger, manusia hidup disituasikan dalam aktifitas, hubungan, commitment dan keterlibatan yang berarti yang membentuk kemungkinan-kemungkinan dan paksaan-paksaan untuk hidup. Manusia disituasikan dalam dunianya dengan cara dibesarkan dan hidup dalam pemahaman yang rumit tentang dunia dan sebagai manusia dan beraksi di dunia yang ada dalam waktu tertentu dalam sejarah, kebudayaan dan dalam keluarga dimana mereka menemukan diri mereka. [18]
Disituasikan berarti kita telah memahami siapa kita. Pengertian ini bukan kognitive tetapi hidup. Pengertian tentang siapa kita secara berbeda ditrasmisikan dalam kebiasaan dan praktek sehari-hari tentang hal disekitar kita. Aspek pemahaman ini adalah umum untuk semua manusia, aspek lain adalah kebudayaan atau regional secara spesifik yang bahkan sangat spesifik untuk keluarga tertentu. Persamaan pengertian adalah dasar kita memahami satu dengan yang lainnya dalam kehidupan sehari-hari.[19]
Disituasikan berarti disituasikan di suatu zaman tertentu. Misalnya, saya yang dibesarkan di tahun 80-an tidak akan mengalami situasi seperti di zaman orang tua saya dibesarkan di tahun 40-an. Tekanan yang saya terima lebih kepada tekanan dari kecemasan orang tua akan tindak kriminal yang mungkin mengancam saya dan bukan ancaman perang. Disituasikan berarti memahami arti dan kebiasaan dunia dimana seseorang disituasikan.
Arti dan kebiasaan kebudayaan mengkonstitusikan keluarga dan anggota keluarga. Kebudayaan merupakan kumpulan aturan untuk berperilaku. Esensi kebudayaan adalah dalam aturan-aturan yang menghasilkan perilaku-perilaku bukan perilaku-perilaku itu sendiri. Sehingga, kebudayaan merupakan pengaruh pada perilaku tetapi perilaku sendiri bukan kebudayaan. Perilaku secara umum dipengaruhi oleh kebudayaan termasuk tipe pakaian dan rasa makanan.
Keluarga dikonstitusikan dalam kebudayaan yang ada di suatu waktu bukan sebagai kumpulan sifat atau bakat yang bebas dipilih, diubah atau ditrasformasikan. Dikonstitusikan berarti bahwa bagaimana kita memahami dunia dan kebiasaannya ke tempat kita berada membentuk siapa kita dan bagaimana kita memahami kita sendiri dan kemungkinan-kemungkitan yang kita miliki. Pembentukan tadi tidak secara keseluruhan menentukan siapa kita tetapi menempatkan paksaan tertentu pada bagaimana cara kita bertindak. Kita tidak secara radikal bebas untuk menjadi apa saja yang kita pilih. Misalnya, seseorang yang dibesarkan dalam keluarga katolik, membuat orang tersebut mengerti tempatnya dalam keluarga, hubungannya dengan agama dan akan sangat berbeda dengan orang lain yang dibesarkan dalam agama yang lain. Pada saat dewasa, orang tersebut punya kemungkinan untuk menjadi seorang yang aktif sebagai praktisi katolik.[20] Memahami bahwa keluarga dikonstitusikan dan mengkonstitusikan kebudayaan mereka dan anggota keluarga secara dramatis mengubah bagaimana kita memandang (a) intervensi dengan keluarga (b) dasar pengetahuan yang harus kita bangun untuk menyusun intervensi yang berarti di tingkat keluarga. Jika kita memahami bahwa manusia dapat diubah tapi tidak sedemikan radikal, maka keluarga dan sejarah kebudayaannya semakin penting karena mereka dikenal terdiri dari pribadi dalam keluarga dan cara dasar keluarga yang ada.[21]
Dikonstitusikan berarti setiap individu mempelajari kebudayaannya melalui kebiasaan hidup sehari-hari dimana dia dibesarkan. Hal ini akan mempengaruhi pola hidup, cara pandang dan cara bertindak seseorang dimasa depan.
Manusia terlibat dalam aktifitas sehari-hari. Pandangan ketiga dari Heidegger adalah cara dasar manusia hidup di dunia adalah terlibat dalam praktek aktivitas-aktivitas. Terlibat penuh dalam kegiatan sehari-hari dan tidak merefleksikan keterlibatan digambarkan sebagai keberadaan ready-to-hand mode atau siap mengulurkan tangan.[22]
Terlibat dalam praktek aktifitas adalah cara halus seseorang untuk bergerak sepanjang hari, memasak sarapan, memakaikan pakaian anak-anak, menyetir ke tempat kerja, semuanya tanpa pertimbangan atau refleksi tentang tindakan-tindakan ini. Cara kedua bahwa manusia terlibat dalam situasi dan aktifitas sehari-hari adalah saat berdiri mundur dan berpikir tentang aktifitas sehari-hari, ini hal yang abstrak, merefleksikan keterlibatan. Sebagai contoh duduk dan merefleksikan peran sebagai orang tua setelah anak-anak tidur. Contoh lain bentuk keterlibatan adalah saat orang tua menemukan sepatu anaknya yang kotor dan basah. Segera, memikirkan kemungkinan, memutuskan alternatifnya dan memakaikannya pada anak.[23]
Observasi dan diskusi dengan keluarga tentang aksi memungkinkan pemahaman secara penuh tentang kebiasaan siap mengulurkan tangan dalam keluarga. Anggota keluarga berada dalam situasi bertindak atas keprihatinan-keprihatinannya dan pada saat yang sama menyediakan situasi untuk mengkomentari aksi tersebut. Observasi penting bagi peneliti untuk memahami penuh kebiasaan pemahaman sendiri dalam keluarga yang hidup tapi tidak secara sadar atau diartikulasi. Aksi narative merupakan pendekatan kedua untuk mengakses aktifitas keterlibatan. Narrative tentang situasi yang terjadi dalam kehidupan keluarga termasuk konteks dan episode sejarah, bagaimana situasi dipersembahkan dan berkembang seiring waktu, keprihatinan dan aksi keluarga sepanjang episode dan pemikiran masa lalu tentang situasi. Bentuk narrative mengekspresikan kecocokan struktur kehidupan sehari-hari dan dengan demikian merupakan sebuah kendaraan yang bagus bagi ekspresi keterlibatan sehari-hari.[24]
Jika cara dasar keluarga ada di dunia adalah dengan terlibat dalam aktifitas kebiasaan sehari-hari, maka metode untuk mempelajari keluarga harus mencoba mengakses struktur keterlibatan tersebut. Dua pendekatan untuk memahami aktifitas siap mengulurkan tangan adalah observasi yang hati-hati terfokus pada fenomena ketertarikan dalam keterlibatan keluarga dalam aktifitas yang berarti dan interview narrative yang terperinci dimana keluarga atau anggota keluarga menggambarkan pengalaman konkrit yang spesifik yang telah terjadi dalam keluarga.[25]Sehingga untuk memahami keluarga diperlukan tingkat intelegensi yang tinggi, keterlibatan emosi dan keterlibatan kebiasaan dengan keluarga yang dipelajari
Asumsi terakhir adalah cara bahwa manusia terlibat di dunianya dibentuk dan diikat oleh apa yang menjadi masalah bagi mereka. Keprihatinan atau masalah membentuk bagaimana kita memasuki sebuah situasi, apa yang kita lihat dan tidak, dan bagaimana kita bertindak.[26] Misalnya, seorang orang tua yang prihatin terutama dengan kebersihan yang berlawanan dengan kreativitas mungkin akan merespon tidak senang daripada senang ketika melihat anaknya aktif mewarnai dengan jari-jarinya. seringkali, keprihatinan tidak dapat diekspresikan secara langsung karena tidak disadari dan ditunjukkan dalam aksi dan respon dari individu dan keluarga dalam situasi yang mereka gambarkan. Keprihatinan muncul sangat jelas dalam tindakan-tindakan yang diambil oleh individu atau keluarga dalam situasi tertentu. Keprihatinan dapat dijelaskan dengan detail hanya sebagian oleh kebanyakan narator setelah mereka merefleksikan pada pengalaman mereka. Sehingga anggota keluarga diminta untuk menggambarkan keprihatinan yang paling penting disituasi yang mereka persembahkan dalam narative  dan saat mereka diobservasi.[27]
Memahami keprihatinan individu dan keluarga adalah penting demi kepentingan tindakan keluarga. Untuk mengakses masalah keluarga kita harus memasuki konteks kehidupan keluarga sehari-hari.
Dengan demikian, untuk memahami keluarga, peneliti harus membiasakan diri dengan proses-proses psikis yang memungkinkan suatu makna. Kemudian, peneliti harus mempunyai pengetahuan tentang konteks. Untuk mengerti suatu kata hanya bisa dimengerti dalam konteks yang lebih luas, begitu juga dengan tindakan manusia hanya bisa dipahami melalui konteks yang lebih luas.



Kesimpulan

Pemahaman akan keluarga tidak dapat kita peroleh dengan sikap mengambil jarak.  ini hanya bisa disentuh dengan pemahaman (verstehen) dan interpretasi (hermeneutik).
Menurut Heidegger ada empat hal yang mempengaruhi metode yang seseorang gunakan dalam mempelajari manusia: bagaimana manusia disituasikan dalam dunianya, dikonstitusikan oleh dunianya, terlibat dalam aktifitas sehari-hari dan bergerak oleh keprihatinan-keprihatinan dalam hidup dari hari ke hari.[28] Heidegger menawarkan tentang bagaimana anggota keluarga dapat mempunyai arti dan kebiasaan yang dibagikan. Kesan tentang berbagi dunia memungkinkan sebuah keluarga sebagai sebuah unit yang berarti. Hermeneutik menyediakan cara pendekatan untuk memahami fenomena keluarga yaitu sentral kebiasaan kita dengan keluarga.



No comments:

Post a Comment

Thank you for visiting my blog . . feel free to leave your message about anything here.